Oleh: Asri Prihastuti
This
study measures the comparative efficiency of BMT Tasikmalaya during the period
2008-2012. The method used is Two Stage DEA with the intermediation approach.
The first stage of measuring the efficiency of each BMT using DEA. Input
variables used were total deposit, equity and total labour. While the variables
output is total financing and operating income. The second stage determines factors
influencing the efficiency of BMT using Tobit Method. The variables used were BOPO,
ROA (Return on Equity) and EQAS.
The results show that the overall
efficiency of BMT in the year 2008 reached 0.88 and the next year (2009) to
2012 increased significantly to reach 0.96. While the level of technical
efficiency has increased by fluctuations in 2008-2012. Means that the management
of the financial operations of BMT during 2008-2012 is relatively inefficient.
The main cause of inefficiency in the output-oriented measure is operating
income which can be increasing by 59.96%. Tobit results show that BOPO and ROE has
statistically significant positive impact on overall efficiency of BMT
Tasikmalaya. While the power of capital (CAR) has no significant positive
impact on the efficiency of BMT Tasikmalaya
Keywords:
Data Envelopment Analysis (DEA), Efficiency, Baitul Mal wa Tamwil
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Perkembangan lembaga keuangan syariah di
Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang sangat pesat. Perkembangan
ini berawal dari munculnya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 mengenai Perbankan,
yang memiliki tujuan untuk memberikan peluang lebih besar dalam pengembangan
Perbankan Syariah sehingga dapat memenuhi kebutuhan jasa perbankan bagi
masyarakat yang tidak menerima konsep bunga serta dapat memenuhi kebutuhan akan
produk dan jasa perbankan yang memiliki beberapa keunggulan komparatif
dibandingkan dengan perbankan konvensional. Kemudian dilanjutkan dengan
terbitnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang telah
diamanatkan untuk mengantisipasi perkembangan prinsip syariah. Kebijakan dari
pemerintah ini mendorong berdirinya lembaga-lembaga keuangan syariah lainnya
menjadi semakin meningkat. Dalam perkembangannya lembaga keuangan syariah terbagi menjadi dua
bagian yaitu lembaga keuangan syariah yang berupa Bank terdiri dari Bank Umum
Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) dan lembaga keuangan syariah Non
Bank yang terdiri dari Asuransi Syariah (AS), Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) dan
Unit Simpan Pinjam Syariah (USPS).
Lembaga keuangan syariah memiliki fungsi
sebagai intermediasi yang menghubungkan antara pihak yang memiliki kelebihan
dana dengan pihak yang kekurangan dana. Namun pada kenyataannya perbankan
syariah sebagai salah satu lembaga keuangan syariah masih belum mampu
menjangkau Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) secara optimal, terutama Usaha
Mikro yang disebabkan karena beberapa di antara para pengusaha UMKM masih memiliki
kendala dalam persyaratan pembiayaan yang diajukan dari pihak perbankan syariah.
Sedangkan UMKM sendiri memiliki kontribusi yang sangat besar dalam pertumbuhan
ekonomi Indonesia dan UMKM pun menjadi salah satu penyelamat perekonomian
Indonesai pada saat terjadi krisis ekonomi, kinerja sepanjang tahun juga
menunjukkan bahwa UMKM memiliki andil lebih besar dilihat dari aspek jumlah,
kontribusi dalam penyerapan tenaga kerja hingga dalam pendapatan domestik bruto
dibandingkan dengan usaha besar (PINBUK, 2012). Untuk
mendukung pengembangan UMKM di Indonesia maka sangat dibutuhkan lembaga
keuangan yang berpihak pada pengusaha kecil dan menengah. Sehingga munculnya
BMT di Indonesia ini diharapkan mampu menjadi solusi bagi pengusaha UMKM yang
memiliki kendala dalam mengajukan pembiayaan ke pihak perbankan serta mampu memberikan
kontribusi yang lebih besar bagi perekonomian Indonesia, khususnya dalam
pengembangan sektor riil.
BMT
merupakan salah satu Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) yang memiliki fungsi
yang sama dengan perbankan syariah yaitu sebagai intermediasi dalam penyaluran
dana dari masyarakat yang kemudian dikelola untuk kemashlahatan bersama. Namun
BMT lebih berfokus dalam menyediakan pembiayaan yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil dan menengah. Perbedaan
lainnya yaitu dalam pengawasan dan pembinaan, yang mana Bank Umum Syariah (BUS)
terikat dengan peraturan pemerintah melalui departemen keuangan serta peraturan
dari Bank Indonesia sedangkan BMT berada dalam pembinaan bidang koperasi yang
terkait pada Departemen Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. Pendirian BMT pun
telah diatur melalui Surat Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah No. 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 yang menjelaskan tentang petunjuk pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi
Jasa Keuangan Syariah.
Keberadaan
BMT di Indonesia telah memberikan dampak positif dalam pengembangan ekonomi
khususnya di beberapa daerah, seperti daerah Sidogiri, Jawa Timur walaupun
secara keseluruhan belum optimal. Sehingga munculnya BMT di berbagai daerah tersebut
sangat diapresiasikan oleh kalangan masyarakat pada umumnya dan mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun. Apalagi setelah mendapat dukungan dari Yayasan
Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK) yang diprakarsai oleh pihak MUI,
jumlah BMT yang tersebar di Indonesia semakin pesat karena tidak hanya dukungan
materi yang diberikan oleh PINBUK melainkan dukungan non materi pun diberikan
kepada BMT yang ada di seluruh Indonesia dalam bentuk pelatihan ataupun
pemberdayaan masyarakat.
Berdasarkan
Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK) pernah mengungkapkan data dan
memiliki daftar rinciannya bahwa sampai dengan pertengahan tahun 2006, terdapat
sekitar 3200 BMT yang beroperasi di Indonesia. Akan tetapi dengan jumlah BMT sebanyak
itu masih belum memberikan kontribusi yang besar dalam perekonomian di
Indonesia. Hal ini disebabkan karena dalam perkembangannya BMT menghadapi
berbagai tantangan dan permasalahan yang timbul dari berbagai pihak, baik
internal maupun eksternal. Berdirinya
BMT yang begitu banyak di Indonesia tidak didukung oleh faktor-faktor yang
dapat memperkuat keberadaan BMT tersebut, yang ada hanya sekedar keinginan yang
besar untuk mendirikan BMT karena merupakan salah satu bentuk syiar dalam Islam
tanpa didasari oleh pengetahuan, kemampuan serta keterampilan yang profesional
Menurut
Sadrah dkk (2004) tidak jarang bahwa pendirian BMT kurang diimbangi dengan
pengetahuan, pengalaman dan keterampilan yang profesional mengenai manajemen
pengelolaan, servis, maupun sumberdaya manusia. Akibatnya banyak diantara
BMT-BMT tersebut yang muncul kemudian beberapa saat sudah mati dalam usia
pendek atau tumbuh tetapi masih jalan ditempat tidak bisa melangkah dan sedikit
yang dapat berjalan itupun dengan tertatih-tatih. Oleh karena itu, BMT dituntut
untuk meningkatkan efisiensi kinerja usaha agar mampu bersaing dengan lembaga
keuangan syariah lainnya dan tetap bertahan hidup.
Efisiensi merupakan indikator
penting dalam mengukur kinerja keseluruhan dari aktivitas suatu perusahaan dapat
berproduksi dengan biaya serendah mungkin (Sutawijaya dan Lestari, 2009 : 52).
Kemampuan mengolah input seminimal mungkin dengan jumlah output yang
tetap merupakan ukuran kinerja yang diharapkan atau dengan menghasilkan output
yang maksimal dengan input yang ada. Pada saat pengukuran efisiensi dilakukan,
BMT dihadapkan pada kondisi bagaimana mendapatkan tingkat input yang
optimal dengan input yang ada. Dengan mendeteksi alokasi input dan
output yang ada, maka suatu kinerja dapat dianalisa lebih jauh untuk melihat
ketidakefisienan. Peran pemerintah pun sangat besar untuk mengetahui efisiensi
kinerja suatu lembaga keuangan, karena dengan kebijakan pemerintah dapat
mempengaruhi perekonomian Indonesia. Oleh karena itu, dengan melihat
permasalahan BMT yang dihadapi saat ini, maka efisiensi kinerja BMT harus
menjadi perhatian bagi pemerintah dan para praktisi BMT khususnya, karena untuk
meningkatkan kualitas kinerja BMT yang ada di Indonesia sehingga dapat
memberikan kontribusi yang besar dalam perkembangan perekonomian Indonesia
Kota Tasikmalaya merupakan salah satu
Kota yang terdapat di Jawa Barat dan termasuk Kota Terbesar sepriangan timur,
dimana hampir 70% pusat bisnis, pusat perdagangan dan pusat industri terdapat
di kota ini (Disperindag, 2012). Pertumbuhan ekonomi Kota Tasikmalaya mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun, terlihat dari tabel di bawah ini yang menjelaskan
tentang perkembangan potensi industri Kota Tasikmalaya Tahun 2009 sampai 2012.
Tabel
1.1
Perkembangan
Potensi Industri Kota Tasikmalaya Tahun 2009 - 2012
NO
|
POTENSI
|
TAHUN
|
KOMODITI
INDUSTRI
|
TOTAL
|
|
Produk Unggulan
|
Produk Non Unggulan
|
||||
1.
|
Unit
Usaha (UU)
|
2009
|
2648
|
389
|
3037
|
2010
|
2709
|
420
|
3129
|
||
2011
|
2772
|
451
|
3223
|
||
2012
|
2825
|
499
|
3324
|
||
2.
|
Nilai
Investasi (Rp.000)
|
2009
|
336498282
|
102703693
|
439201975
|
2010
|
351923547
|
107337583
|
459261130
|
||
2011
|
370343547
|
115651083
|
485994630
|
||
2012
|
390015547
|
126499083
|
516514630
|
||
3.
|
Nilai
Produk/Thn (Rp.000)
|
2009
|
1781914712
|
573628642
|
2355543354
|
2010
|
1903155707
|
613353754
|
2516509461
|
||
2011
|
2002861515
|
645318054
|
2648179569
|
||
2012
|
2113499515
|
768836970
|
2882336485
|
Sumber
: Laporan Disperindag Tahun 2013
Dari tabel di atas dapat dijelaskan
bahwa perkembangan potensi industri Kota Tasikmalaya dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan dan ini berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi Kota Tasikmalaya. Perkembangan
potensi industri ini memberikan dampak positif, salah satunya yaitu penyerapan
tenaga kerja yang lebih luas sehingga kesejahteraan masyarakat pun menjadi
semakin meningkat. Banyaknya Unit Usaha di Kota Tasikmalaya, khususnya UMKM
menunjukkan bahwa kota ini memiliki potensi dan jiwa kewirausahaan yang tinggi.
Akan tetapi, jika potensi yang tinggi tanpa didukung dengan modal yang kuat
maka tidak akan berkembang secara optimal. Sehingga keberadaan
BMT di Kota Tasikmalaya sangat diperlukan untuk kalangan masyarakat, khususnya
para pengusaha UMKM dan dapat dijadikan sebagai
solusi untuk masalah permodalan, selain Bank ataupun BPR. Perkembangan BMT di
Tasikmalaya pun dinilai cukup bagus, terlihat dari jumlah BMT yang semakin
banyak dan juga sisi asset yang mampu mengalahkan asset BPR Tasikmalaya,
khususnya BMT binaan PINBUK.
Berdasarkan uraian tersebut dan
mengingat bahwa peran BMT sangat besar dalam mendorong UMKM untuk terus
berkembang. Penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai kendala yang
dihadapi oleh beberapa BMT yang pada akhirnya diharapkan bisa menjadi solusi
bagi permasalahan yang dihadapi. Dalam tulisan ini tidak dimaksudkan untuk
menganalisis kinerja BMT secara umum, tetapi akan difokuskan pada analisis
tingkat efisiensi BMT Kota Tasikmalaya dan faktor-faktor yang mempengaruhi dari
efisiensi tersebut, khususnya dalam lima tahun terakhir ini (2008-2012) . Untuk mengukur tingkat efisiensi ini akan
dipergunakan data dari PINBUK, Laporan Keuangan BMT dan Dinas Koperasi Kota
Tasikmalaya mengenai kinerja BMT tahun 2008 hingga tahun 2012. Sedangkan
pendekatan analisis yang digunakan adalah pendekatan Two Stage Data
Envelopment Analysis (DEA). Berdasarkan latar belakang tersebut, maka
penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai “ Analisis Perbandingan Tingkat
Efisiensi BMT Kota Tasikmalaya Periode 2008-2012 dengan Pendekatan Two Stage Data Envelopment Analysis (Studi
Kasus : BMT yang terdaftar di PINBUK Kota Tasikmalaya)”.
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka permasalahan yang akan
penulis bahas lebih lanjut dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana
tingkat efisiensi kegiatan operasional BMT di wilayah Kota Tasikmalaya?
2. Manakah
BMT yang paling efisien diantara ketujuh sampel BMT yang digunakan dalam
penelitian ini?
3. Apa
saja faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi BMT di wilayah Kota Tasikmalaya ?
1.3
Tujuan
Penelitian
Sesuai
dengan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka penelitian ini
memiliki tujuan sebagai berikut :
1. Untuk
mengetahui dan menganalisis efisiensi BMT Kota Tasikmalaya melalui Data
Envelopment Analysis (DEA) dengan variabel input-output yang penulis
gunakan.
2. Untuk
mengetahui BMT mana saja yang sudah mencapai efisien dalam kinerja selama
beberapa tahun ini.
3. Untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi BMT Kota Tasikmalaya.
1.4
Batasan
Masalah
Pada
dasarnya batasan dalam penelitian ini bertujuan untuk memberikan kejelasan
ruang lingkup sehingga hasil yang diperoleh dapat sesuai dengan yang
dikehendaki penulis serta menghindari pembahasan yang meluas. Oleh karena itu,
penelitian ini bertujuan untuk meneliti mengenai tingkat efisiensi dan
faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi pada tujuh BMT yang terdaftar di Pinbuk
dan Koperasi Kota Tasikmalaya selama kurun waktu 2008-2012. Data BMT yang
terdaftar di PINBUK Kota Tasikmalaya yaitu tujuh BMT sedangkan yang terdafar di
Dinas Koperasi dan UMKM (Disperindag) yaitu 31. Akan tetapi dalam penelitian
ini penulis hanya terfokus pada tujuh BMT Kota Tasikmalaya karena untuk melihat
peran PINBUK terhadap BMT serta keterbatasan data yang ada. Adapun tujuh BMT
tersebut antara lain BMT Al-Hidayah, BMT Al-Muawanah, BMT An-Nahl, BMT Wira
Mandiri, BMT Al-Bina, BMT Mitra Kita dan BMT Mitra Muammalat.
Rasio
yang digunakan untuk meneliti tingkat efisiensi BMT Kota Tasikmalaya ini yaitu
menggunakan rasio input dan output. Variabel input yang digunakan adalah jumlah
simpanan, modal dan jumlah tenaga kerja sedangkan variabel outputnya adalah
pembiayaan dan pendapatan operasional. Periode yang menjadi objek penelitian
ini dimulai dari tahun 2008 hingga tahun 2012 dengan jumlah DMU (Decision Making Unit) yang sama di
setiap tahunnya. Dalam penelitian ini DMU dapat diartikan sebagai unit BMT yang
akan dianalisa tingkat efisiensinya. Dengan adanya pembatasan ini diharapkan
akan mempermudah penulis dalam memperoleh data.
1.5
Data
dan Metodologi
Dalam penelitian ini
penulis menggunakan analisa kuantitatif Two Stage Data Envelopment Analysis (DEA). Metode Two Stage DEA ini
digunakan agar dapat menggambarkan perbandingan tingkat efisiensi BMT yang
terdaftar di PINBUK Kota Tasikmalaya serta untuk mengetahui faktor apa saja
yang mempengaruhi efisiensi BMT pada periode 2008-2012. Sehingga hasilnya dapat
sesuai dengan apa yang dimaksud oleh penulis dalam penelitian ini. Data yang
digunakan merupakan data sekunder, sedangkan sifatnya adalah data kualitatif
dan kuantitatif yang berkaitan dengan penelitian ini. Penulis menggunakan data
dari sumber yang didapat dari lembaga-lembaga yang terkait. Penulis mengambil
data sekunder dari PINBUK Kota Tasikmalaya dan juga Laporan Keuangan dari BMT
yang terkait. Adapun variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini
terdiri dari variabel input dan output. Variabel input
diantaranya yaitu modal, jumlah simpanan dan jumlah tenaga kerja sedangkan
variabel output diantaranya yaitu jumlah pembiayaan dan pendapatan
operasional. Selain itu, variabel yang digunakan pada model regresi Tobit yaitu
BOPO (Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional), ROE (Return on
Equity) dan kekuatan modal (EQAS).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar